Kamis, Oktober 30, 2008

Batik Berkembang Ikuti Masa

Hingga saat ini, batik masih lekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada tahun 1968 batik bersama kebaya dicanangkan sebagai pakaian nasional oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Ali Sadikin. Batik bukan hanya merupakan produk budaya tradisional, namun batik telah berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi hingga masa modern sekarang.

Berbicara tentang sejarah batik, budayawan yang juga Guru Besar di Fakultas Ilmu Budaya (FIB UGM), Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc, merujuk pada pendapat sejarawan Belanda Dr. J.L.A. Brandes pada tahun 1890-an. Bahwa sebelum kebudayaan Jawa -atau dalam arti luas Indonesia- mendapat pengaruh dari India, bangsa Indonesia telah mengenal 10 butir budaya asli atau local culture. Diantara 10 butir itu adalah membatik.


“Berarti yang namanya membatik dari sisi teknologi itu secara hipotetis, telah dimiliki oleh bangsa Indonesia pada masa-masa sebelum pengaruh kebudayaan India datang di Indonesia . Sebelum abad ke 4 atau 5,” kata Timbul mengacu tulisan Brandes. Local culture merupakan suatu kebudayaan setempat yang belum dipengaruhi oleh kebudayaan asing. Jadi local culture memang benar-benar milik masyarakat lokal bersangkutan. Selain batik, budaya lokal yang masuk dalam local culture masyarakat Jawa menurut Brandes antara lain irigasi, metalogi atau pengerjaan logam, sistem birokrasi pemerintahan, tembang atau puisi, dan gamelan.


Mengenai pengertian batik, secara etimologis ada beberapa pendapat. Salah satu diantaranya adalah yang mengaitkan asal-usul istilah batik dengan kata titik, karena proses membatik dilakukan dengan membuat gambar dari titik-titik. Menurut Timbul, pengertian mengenai batik harus dilihat secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi cara membuat ataupun motifnya saja. Namun harus juga dilihat pada pola desain dan medianya. “Sebab nanti pola batik ada yang digambarkan pada kertas, pada kain, ataupun pada benda-benda yang lain, tapi motifnya batik. Jadi batik bisa juga sebagai pengertian motifnya, selain tekniknya. Sebab kemudian ada juga batik yang dibuat dengan teknik cap,” papar Timbul yang juga ketua Program Studi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Pasca Sarjana FIB UGM.


Datangnya pengaruh kebudayaan India sekitar abad ke 4 atau 5 masehi, membawa dampak pula pada kebudayaan Jawa. Kebudayaan India antara lain memperkaya variasi motif desain ragam hias yang ada, yang dapat dilihat di relief candi-candi. Pengaruh tersebut menyebabkan motif-motif batik juga berkembang. Sebelum masuknya pengaruh India, batik mempunyai tiga macam motif dasar yaitu motif geometrik berupa garis-garis -baik garis lurus, lengkung, maupun pengulangan garis- , kemudian motif flora atau tumbuh-tumbuhan, dan motif binatang. “Motif-motif itu kan tidak lepas dari apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Baik lingkungan alam seperti binatang maupun tumbuh-tumbuhan,” kata Timbul.

Berkembangnya mitos-mitos dan legenda-legenda yang berasal dari India seperti cerita Ramayana, Mahabarata, dan legenda tentang garuda juga membawa pengaruh pada motif batik. “Sehingga motif-motifnya terus berkembang, dijiwai dan diilhami pula oleh cerita-cerita itu. Kemudian muncul motif seperti semen romo, dan motif garuda,” ungkap lelaki yang juga aktif berkesenian tersebut.


Lebih jauh, ungkap Timbul, motif batik kemudian berkembang pula menjadi gaya-gaya batik yang memiliki kekhasan tersendiri antar daerah seperti gaya pesisiran, Yogyakarta , dan Solo. Perkembangan tersebut terkait dengan masuknya kebudayaan Islam di Jawa dan terbentuknya kerjaan-kerajaan yang menjadi pusat kebudayaan. Di pusat-pusat kebudayaan tersebut, seni akan berkembang juga. Karena adanya kontak masyarakat antara pusat kebudayaan satu dengan lainnya maka terjadi pula saling memengaruhi kebudayaan, termasuk dalam hal batik Sehingga di daerah tertentu berkembang suatu gaya yang spesifik, dan akhirnya muncul gaya pesisiran, gaya Banyumasan, Lasem, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta dan sebagainya.


Secara garis besar, yang membedakan batik antar daerah tersebut adalah pada pola warna dan motif. “Jadi setiap daerah itu mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Yang kadang-kadang ciri khas lokal itu juga akibat pengaruh lokal yang lain. Karena, pembatiknya mendapat inspirasi dari suatu daerah lain. Setelah lama-kelamaan dianut, maka menjadi spesifik lokal itu,” terang Timbul Haryono.

Lebih jauh untuk batik Yogyakarta dan batik Surakarta , menurut Timbul, perbedaan paling dominan adalah pada latar warna atau warna dasarnya. Batik Yogyakarta berwarna dasar putih, sedangkan batik Surakarta cokelat tua. “Kalau dari motif-motifnya, sebenarnya ada perbedaan. Tapi karena Yogya dan Solo dekat, maka motif-motifnya sama-sama dikenal di kedua daerah itu. Sehingga sulit untuk membedakan ciri kedaerahannya dari motif,” paparnya. Perbedaan yang lain adalah pada cara pemakaian. Seperti kalau Yogyakarta , dalam pemakaian kain batik bagian seret atau pinggirannya ditampakkan. Sedangkan kalau Surakarta , bagian seret tersebut dilipat sehingga tidak tampak. “Itu yang paling pokok perbedaannya,” tegas Timbul.


batik terus berkembang
Hingga saat ini, batik terus mengalami perkembangan. Batik yang merupakan bagian dari kebudayaan, selalu dinamis seiring dengan dinamisnya kebudayaan. “Kebudayaan itu dinamis, begitu pula batik juga dinamis. Dalam pengertian, motif-motif batik terus berkembang sesuai dengan dimensi waktu dan dimensi ruang. Dimensi waktu itu dari waktu ke waktu, dari dulu sampai sekarang. Dimensi ruang, artinya secara keruangan spasial dari daerah ke daerah,” papar Timbul yang kelahiran Prambanan, 5 Oktober 1944 tersebut.


Perkembangan batik menjadikannya lebih banyak digunakan oleh masyarakat pada masa sekarang. “Sekarang kan batik langsung dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat. Kalau dulu motif batik itu hanya dipakai untuk kain, sekarang berkembang juga untuk baju, juga untuk kerajinan seperti taplak meja misalnya. Berarti masyarakat secara umum tidak akan melepaskan diri dari batik itu,” katanya sembari menunjukkan stopmap bermotif batik yang ada di meja kerjanya.


Justru yang dipentingkan sekarang, menurut Timbul adalah regenerasi para pembatik. Dimaksudkan agar ke depan masyarakat Indonesia tidak hanya sebagai konsumen, tapi juga produsen. Dalam arti bukan hanya sebagai pemakai, tapi juga pembuat batik. “Sebab kerajinan membatik lama kelamaan, berganti generasi, banyak generasi muda yang tidak berminat untuk berkarya. Tapi kalau memakai, mereka masih berminat. Maka harus ada regenerasi pembatik terus menerus, agar tidak terputus,” kata guru besar yang dikenal low profile tersebut.


Regenerasi perlu dilakukan terus menerus baik secara formal maupun non formal. Menurut Timbul akan lebih baik jika seni kerajinan batik pada wilayah-wilayah budaya dimana batik menjadi primadona ciri khas daerah bersangkutan, dimasukkan dalam suatu kurikulum pendidikan. Seperti misalnya di Yogyakarta, Pekalongan, dan Cirebon , agar tidak terjadi garis putus antara generasi ke generasi yang lain.


Timbul mengkhawatirkan, pembatik-pembatik yang ada sekarang relatif telah berusia tua. Jika tidak ada transformasi kepada generasi muda maka bias jadi bangsa Indonesia ke depan hanya akan menjadi pemakai batik tanpa bisa memproduksi, karena tidak menguasai aspek teknik atau teknologi membuat batik.”Kalau itu terjadi nanti bisa batik akan dibuat oleh negara lain, dan kita hanya sebagai konsumen saja. Karena kita suka kepada batik, tapi yang membuat negara lain. Jadi kontinyuitas transformasi budaya ini harus dijaga, jangan sampai terputus atau kehilangan jejaknya,” kata Timbul yang juga mendapat gelar K.R.A. Haryono Hadiningrat dari Keraton Kasunanan Surakarta tersebut.


Hal terpenting lainnya adalah bagaimana menjaga batik agar tetap menjadi kekayaan Indonesia asli, di tengah dunia global. “Akhirnya hak cipta itu menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu harus betul-betul disadari bahwa batik itu kekayaan Indonesia asli. Menyatakannya dengan tidak sekedar kita berkarya terus, tetapi harus mempatenkan. Supaya tidak lagi ada negara lain yang mengklaim batik sebagai miliknya. Bagaimana agar berkekuatan hukum secara internasional,” harapnya. #anggasa#

1 komentar:

Silahkan berikan masukan dan komentar Anda. Terimakasih telah mengunjungi blog ini.